Pada suatu senja yang murung dirubung mendung, seorang
sahabat datang kepadaku. Dia mengeluh tentang keadaannya yang semakin hari
semakin kurang bergairah. Sebelum menjawab semua pertanyaan dan keluhannya, aku
mulai bercerita tentang sesuatu yang dulu pernah didongengkan almarhumah mamaku
sebelum aku tertidur.
Alkisah, di sebuah hutan belantara ada seekor induk
singa yang mati setelah melahirkan anaknya. Bayi singa yang lemah itu hidup
tanpa perlindungan induknya. Beberapa waktu kemudian serombongan kambing datang
melintasi tempat itu. Bayi singa itu menggerak gerakkan tubuhnya yang lemah.
Seekor induk kambing tergerak hatinya. Ia merasa iba melihat anak singa yang
lemah dan hidup sebatang kara. Dan terbitlah nalurinya untuk merawat dan
melindungi bayi singa itu.
Sang induk kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan
membelai dengan penuh kehangatan dan kasih sayang. Merasakan hangatnya kasih
sayang seperti itu, sibayi singa tidak mau berpisah dengan sang induk kambing.
Ia terus mengikuti ke mana saja induk kambing pergi. Jadilah ia bagian dari
keluarga besar rombongan kambing itu. Hari berganti hari, dan anak singa tumbuh
dan besar dalam asuhan induk kambing dan hidup dalam komunitas kambing. Ia
menyusu,makan, minum, bermain bersama anak-anak kambing lainnya. Tingkah
lakunya juga layaknya kambing. Bahkan anak singa yang mulai berani dan besar
itu pun mengeluarkan suara layaknya kambing yaitu mengembik bukan mengaum!
la merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda dengan
kambing kambing lainnya. Ia sama sekali tidak pernah merasa bahwa dirinya
adalah seekor singa.
Suatu hari, terjadi kegaduhan luar biasa. Seekor
serigala buas masuk memburu kambing untuk dimangsa. Kambing-kambing berlarian
panik. Semua ketakutan. Induk kambing yang juga ketakutan meminta anak singa
itu untuk menghadapi serigala.
"Kamu singa, cepat hadapi serigala itu! Cukup
keluarkan aumanmu yang keras dan serigala itu pasti lari ketakutan!" Kata
induk kambing pada anak singa yang sudah tampak besar dan kekar.Tapi anak singa
yang sejak kecil hidup di tengah-tengah komunitas kambing itu justru ikut
ketakutan dan malah berlindung di balik tubuh induk kambing. Ia berteriak
sekeras-kerasnya dan yang keluar dari mulutnya adalah suara embikan. Sama
seperti kambing yang lain bukan auman. Anak singa itu tidak bisa berbuat
apa-apa ketika salah satu anak kambing yang tak lain adalah saudara sesusuannya
diterkam dan dibawa lari serigala.
Induk kambing sedih karena salah satu anaknya tewas
dimakan serigala. Ia menatap anak singa dengan perasaan nanar dan marah,
"Seharusnya kamu bisa membela kami! Seharusnya kamu bisa menyelamatkan
saudaramu! Seharusnya bisa mengusir serigala yang jahat itu!"
Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak paham
dengan maksud perkataan induk kambing. Ia sendiri merasa takut pada serigala
sebagaimana kambing-kambing lain. Anak singa itu merasa sangat sedih karena ia
tidak bisa berbuat apa-apa.
Hari berikutnya serigala ganas itu datang lagi.
Kembali memburu kambing-kambing untuk disantap. Kali ini induk kambing
tertangkap dan telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing tidak ada yang
berani menolong. Anak singa itu tidak kuasa melihat induk kambing yang telah ia
anggap sebagai ibunya dicengkeram serigala. Dengan nekat ia lari dan menyeruduk
serigala itu. Serigala kaget bukan kepalang melihat ada seekor singa di
hadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya.
Serigala itu gemetar ketakutan! Nyalinya habis! Ia
pasrah, ia merasa hari itu adalah akhir hidupnya! Dengan kemarahan yang luar
biasa anak singa itu berteriak keras,"Emmbiiik!" Lalu ia mundur ke
belakang. Mengambil ancang ancang untuk menyeruduk lagi.
Melihat tingkah anak singa itu, serigala yang ganas
dan licik itu langsung tahu bahwa yang ada di hadapannya adalah singa yang
bermental kambing. Tak ada bedanya dengan kambing.
Seketika itu juga ketakutannya hilang. Ia menggeram
marah dan siap memangsa kambing bertubuh singa itu! Atau singa bermental
kambing itu! Saat anak singa itu menerjang dengan menyerudukkan kepalanya
layaknya kambing, sang serigala telah siap dengan kuda-kudanya yang kuat.
Dengan sedikit berkelit, serigala itu merobek wajah anak singa itu dengan
cakarnya. Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti kambing mengaduh.
Sementara induk kambing menyaksikan peristiwa itu dengan rasa cemas yang luar
biasa. Induk kambing itu heran, kenapa singa yang kekar itu kalah dengan
serigala. Bukankah singa adalah raja hutan????
Tanpa memberi ampun sedikitpun serigala itu menyerang
anak singa yang masih mengaduh itu. Serigala itu siap menghabisi nyawa anak
singa itu. Di saat yang kritis itu, induk kambing yang tidak tega,dengan sekuat
tenaga menerjang sang serigala. Sang serigala terpelanting. Anak singa
bangun.Dan pada saat itu, seekor singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat!
Leo
Semua kambing ketakutan dan merapat! Anak singa itu
juga ikut takut dan ikut merapat. Sementara sang serigala langsung lari
terbirit-birit. Saat singa dewasa hendak menerkam kawanan kambing itu, ia
terkejut di tengah-tengah kawanan kambing itu ada seekor anak singa. Beberapa
ekor kambing lari, yang lain langsung lari. Anak singa itu langsung ikut lari.
Singa itu masih tertegun. Ia heran kenapa anak singa itu ikut lari mengikuti
kambing? Ia mengejar anak singa itu dan berkata,"Hai kamu jangan lari!
Kamu anak singa, bukan kambing! Aku takakan memangsa anak singa!"
Namun anak singa itu terus lari dan lari. Singa dewasa
itu terus mengejar. Ia tidak jadi mengejar kawanan kambing, tapi malah mengejar
anak singa. Akhirnya anak singa itu tertangkap. Anak singa itu ketakutan,
"Jangan bunuh aku, ammpuun!".
"Kau anak singa, bukan anak kambing. Aku tidak
membunuh anak singa!"
Dengan meronta-ronta anak singa itu berkata,
"Tidak aku anak kambing! Tolong lepaskan aku!" Anak singa itu meronta
dan berteriak keras. Suaranya bukan aumantapi suara embikan, persis seperti
suara kambing.Sang singa dewasa heran bukan main. Bagaimana mungkin ada anak
singa bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram ia menyeret anak
singa itu ke danau. Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya anak singa itu.
Begitu sampai di danau yang jernih airnya, ia meminta anak singa itu melihat
bayangan dirinya sendiri. Lalu membandingkan dengan singa dewasa. Begitu
melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut, "Oohh, rupa dan
bentukku sama dengan kamu. Sama dengan singa, si raja hutan!". "Ya,
karena kamu sebenarnya anak singa. Bukan anak kambing!" Tegas singa
dewasa.
"Jadi aku bukan kambing? Aku adalah seekor
singa!".
"Ya kamu adalah seekor singa, raja hutan yang berwibawa
dan ditakuti oleh seluruh isi hutan! Ayo aku ajari bagaimana menjadi seekor
raja hutan!" Kata sang singa dewasa.Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya
dengan penuh wibawa dan mengaum dengan keras. Anak singa itu lalu menirukan,
dan mengaum dengan keras. Ya mengaum, menggetarkan seantero hutan.Tak jauh dari
situ serigala ganas itu lari semakin kencang, ia ketakutan mendengar auman anak
singa itu. Anak singa itu kembali berteriak penuh kemenangan, "Aku adalah
seekor singa! Raja hutan yang gagah perkasa!" Singa dewasa tersenyum
bahagia mendengarnya.
Sahabat saya tersentak oleh kisah anak singa di atas!
Jangan jangan kondisi kita, dan sebagian besar orang
di sekeliling kita mirip dengan anak singa di atas. Sekian lama hidup tanpa
mengetahui jati diri dan potensi terbaik yang dimilikinya. Betapa banyak
manusia yang menjalani hidup apa adanya, biasa biasa saja, ala kadarnya. Hidup
dalam keadaan terbelenggu oleh siapa dirinya sebenarnya. Hidup dalam tawanan
rasa malas, langkah yang penuh keraguan dan kegamangan. Hidup tanpa semangat
hidup yang seharusnya. Hidup tanpa kekuatan nyawa terbaik yang dimilikinya.
Saya amati orang-orang di sekitar saya.
Di antara mereka ada yang telah menemukan jati
dirinya. Hidup dinamis dan prestatif. Sangat faham untuk apa ia hidup dan
bagaimana ia harus hidup. Hari demi hari ia lalui dengan penuh semangat dan
optimis. Detik demi detik yang dilaluinya adalah kumpulan prestasi dan rasa
bahagia. Semakin besar rintangan menghadap semakin besar pula semangatnya untuk
menaklukkannya.
Namun tidak sedikit yang hidup apa adanya. Mereka
hidup apa adanya karena tidak memiliki arah yang jelas. Tidak faham untuk apa
dia hidup dan bagaimana ia harus hidup.
Saya sering mendengar orang-orang yang ketika ditanya,
"Bagaimana Anda menjalani hidup Anda?" atau "Apa prinsip hidup
Anda?", mereka menjawab dengan jawaban yang filosofis, "Saya
menjalani hidup ini mengalir bagaikan air. Santai saja".
Tapi sayangnya mereka tidak benar-benar tahu filosofi
"mengalir bagaikan air". Mereka memahami hidup mengalir bagaikan air
itu ya hidup santai. Sebenarnya jawaban itu mencerminkan bahwa mereka tidak
tahu bagaimana mengisi hidup ini. Bagaimana cara hidup yang berkualitas. Sebab
mereka tidak tahu siapa sebenarnya diri mereka? Potensi terbaik apa yang telah
dikaruniakan oleh Tuhan kepada mereka.
Bisa jadi mereka sebenarnya adalah "seekor
singa", "tapi tidak tahu kalau dirinya" seekor singa .
Mereka menganggap dirinya adalah "seekor kambing" sebab selama ini
hidup dalam kawanan kambing.
Filosofi menjalani hidup mengalir bagaikan air yang
dimaknai dengan hidup santai saja, atau hidup apa adanya bisa dibilang
prototipe, gaya hidup sebagian besar penduduk negeri ini. Bahkan bisa jadi itu
adalah gaya hidup sebagian besar masyarakat dunia saat ini.
Sahabat, potensi dan investasi terbesar dalam hidupmu
adalah dirimu sendiri. Sebisanya jangan pernah bergantung kepada orang lain.
Keyakinan akan kekuatan dirimu akan menuntunmu menuju impian dan harapan yang
kamu inginkan.
0 komentar:
Posting Komentar